Mayoritas orang awam seringkali menemui kesulitan untuk membedakan antara Jenis kelamin, gender, dan orientasi seksual. Bahkan, ketiga hal ini tak jarang dicampuradukkan hingga mengaburkan arti sebenarnya dari masing-masing kata. Secara biologis, Jenis kelamin, gender, dan orientasi seksual adalah 3 hal yang berbeda, independen, dan masing-masing berdiri sendiri.
Saat manusia masih berupa janin, semuanya berjenis kelamin perempuan hingga menginjak usia 8 minggu. Beberapa kemudian berubah menjadi laki-laki, namun sisanya tetap menjadi perempuan. Mengapa bisa begitu? Dalam hal ini, faktor hormonlah yang paling berpengaruh.
Lalu, apakah kondisi hormonal seseorang bisa berubah sendiri tanpa penyebab? Jawabannya tidak. Perubahan aktivitas hormon dapat terjadi jika dipicu oleh adanya mutasi genetik. Mutasi ini terjadi sedemikian rupa hingga berujung pada diferensiasi jenis kelamin menjadi laki-laki dari yang awalnya adalah perempuan.
Kebanyakan laki-laki, gendernya maskulin dan berorientasi seksual pada perempuan. Sedangkan pada kebanyakan perempuan, gendernya feminin serta berorientasi seksual pada laki-laki. Hal ini hanya merupakan fenomena kebanyakan, karena tentu saja ada laki-laki dan perempuan yang memiliki gender dan orientasi seksual berbeda dari kalangan mayoritasnya. Namun, orang-orang yang memiliki perbedaan gender dan orientasi seksual ini tidak lantas disebut abnormal atau menderita gangguan secara seksual.
Penjelasan sederhananya, tidak semua orang yang kromosomnya XX adalah perempuan dan yang berkromosom XY selalu laki-laki. Hal ini mungkin terasa bertentangan dengan penjelasan dalam pelajaran biologi yang kita dapatkan di sekolah, namun inilah faktanya. Meski sangat jarang jumlahnya, ada beberapa perempuan yang memiliki kromosom Y dalam gennya. Sedangkan keberadaan kromosom Y juga bisa hilang atau rusak pada laki-laki dengan kriteria tertentu, menyebabkan tereliminasinya gender maskulin pada laki-laki tersebut.
Mindset tentang kromosom X dan Y juga sepertinya perlu dibenahi. Kebanyakan orang hanya tahu bahwa kromosom X dan Y adalah penentu jenis kelamin. Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa sebenarnya kedua kromosom ini jelaslah sangat berbeda atau bisa dikatakan tidak identik. Kromosom Y sangat tidak berimbang dengan kromosom X secara ukuran. Kromosom Y seolah tampak hanya seperti tambahan kromosom kecil jika dibandingkan ukurannya dengan kromosom X. Kehadiran kromosom Y mengusik kromosom X dan menyebabkan keduanya bertempur. Kromosom Y yang juga dianggap sebagai “pengganggu” ini kalah perkasa dari kromosom X, yang kemudian menyebabkan kromosom Y harus bersembunyi dengan melepaskan bagian-bagiannya yang dirasa tidak memiliki fungsi penting. Dari penjelasan ini bisa disimpulkan bahwa secara genetik, perempuan jauh lebih perkasa dibandingkan laki-laki dalam segala hal.
Peran dari kehadiran kromosom Y dalam proses pembuahan ini juga dijelaskan dalam kitab genom manusia. Sebagaimana dikatakan bahwa leluhur manusia di masa lampau dulunya menentukan jenis kelamin dengan mengecek suhu tubuh si Ibu, cara yang sama dengan yang digunakan hewan reptil untuk menentukan jenis kelamin telurnya. Pelan-pelan kebiasaan ini bergeser pada penentuan genetik. Kehadiran gen penentu jenis kelamin (kromosom Y) diyakini akan membuahkan keturunan laki-laki, sedangkan ketidakhadirannya akan membuahkan keturunan berjenis kelamin perempuan. Hal ini berlaku kebalikannya pada burung.
Kehadiran gen penentu ini diyakini akan menarik gen-gen sekunder yang cocok untuk mendekat dan membentuk suatu fungsi yang berguna. Misalnya, pada laki-laki akan berkumpul gen-gen maskulin pembentuk otot kekar, karena laki-laki disiapkan sebagi pekerja. Sedangkan pada wanita, akan berkumpul gen-gen feminin untuk fungsi pengasuhan anak seperti pembentukan kelenjar payudara untuk memproduksi ASI bagi sang anak. Masing-masing kelompok gen maskulin dan feminin ini akan terus saling bersaing.
[diadaptasi dari kultwit @Ryu Hasan]